ROMANSA KOPI RUMBIA "Maeki Ngiru Kopi Rumbia"

“Kami akan membawa Kopi Rumbia ini ke Boston, Amerika Serikat, untuk mengikuti Festival Kopi Internasional pada April 2019,” ujar ibu Delima, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Kopi Spesial Indonesia.


Kampung Kopi Rumbia. Sungguh nama kampung yang menarik. Akan tetapi, jalan menuju kampung bernama unik itu tidaklah mudah. Jaraknya kira-kira 47 km dari Kota Bontosunggu, Ibu Kota Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Walaupun jaraknya tidak terlalu jauh dan aspal jalanan amat mulus, namun harus ditempuh sekitar dua jam karena medan jalannya berkelok-kelok dan mendaki.

Hawa dingin yang mencucuk kulit makin terasa begitu mendekati Kampung Kopi. Pemandangan indah tersaji di sisi kanan dan kiri jalan. Pohon-pohon kopi berbaris rapi dan memanjakan mata. Buah-buahnya ranum dan harum. Letih sepanjang perjalanan segera menguap. Kampung Kopi Rumbia terletak di Desa Jenetallasa, Kec. Rumbia, Jeneponto.

Kampung Kopi Rumbia sedang ramai. Di sini sedang digelar peringatan Hari Kopi Internasional. Acaranya diselenggarakan pada 14—16 Oktober 2018. Penunjukan sebagai tempat perhelatan acara berskala internasional tentu tidak asal-asalan, tetapi karena jejak rekam kampung yang memang mumpuni.

Memang demikianlah kenyataannya.    

Adalah Kopi Rumbia yang menjadi alasan utama. Kopi ini ditanam di kawasan lereng Gunung Lompobattang. Tingginya kira-kira 1.300 mdpl. Pohon kopi sudah sangat kental dengan petani di Rumbia. Sejak 60 tahun lalu, petani Rumbia sudah menanam kopi jenis Arabika S-795—salah satu varietas kopi unggulan. Biji kopi yang ditanam pun selalu biji kopi yang unggul. Tidak heran jika Kopi Rumbia, yang diolah basah (pull wash), memiliki aroma dan cita rasa yang khas.

Tahun 1980, masyarakat Jenetallasa, Kec. Rumbia, mulai mengembangkan Kopi Rumbia. Meski sistem penanaman, pemeliharaan, dan pengolahan dilakukan secara tradisional. Masih sederhana. Pola tani tradisional itu berlangsung cukup lama, sekitar 20 tahun lebih. Akhirnya, pada 2002, para petani kopi di Jenetallasa membentuk kelompok tani. Nama yang disepakati adalah Kelompok Tani Aroma, sedangkan ketuanya ialah H. Nehru.

Kelompok tani inilah yang mengembangkan pola pengelolaan kopi, termasuk inovasi pemasaran. Semula Kopi Rumbia hanya dijual mentah, sekarang sudah ada yang dipasarkan dalam bentuk olahan atau barang jadi. Pengetahuan dan keterampilan merawat kopi terus diasah. Beberapa pengurus pernah mengikuti pelatihan. Pada 2011, misalnya, mengikuti pelatihan manfaat kerjasama ASEAN bagi pemasaran kopi Indonesia di Jakarta.  Pada tahun yang sama, Kelompok Tani Aroma berinteraksi dengan pihak Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal untuk mendapatkan bantuan pengolahan kopi dari hulu sampai hilir.

Pada 28 Mei 2015, Kelompok Tani Aroma menghadiri Festival Kopi Tanah Air Kita yang diselenggarakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Tangerang, Banten. Mereka juga didaulat mewakili Sulawesi Selatan pada Pameran Produk Unggulan Nusantara Kualitas Ekspor, 14 Agustus 2015, di Sentra Promosi Jakarta. Kemudian mengikuti pameran se-ASEAN (BIMPEAGABMEP), 19 September 2015, di Makassar. 

Ketika kopi semakin digemari, sekitar 2016, Tim Kopi Rumbia membenahi label kemasan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing. Upaya pembenahan tersebut didukung oleh BP3ED Makassar. Hasilnya, pada 15 Maret 2017, Tim Kopi Rumbia mengikuti pelatihan “for smess on eksporting coffee to Canada”. Melalui pelatihan tersebut, Tim Kopi Rumbia dapat mengasah dan memperdalam ilmu mengenai roasting dan profil kopi di Kanada.

Kopi Rumbia telah menjalani riwayat yang panjang. Sederet prestasi juga sudah direngkuh. Kopi Rumbia sendiri sudah diluncurkan melalui acara Launching Galery Kopi RumbiaKunjungan agrowisata ke Kintamani Bali, ikut pameran produk unggulan di Surabaya, hingga raihan sebagai Peserta Terbaik di Festival Kopi Tanah Air Kita.

Sejarah baru akhirnya terukir. Tepat pada 19 Mei 2018 dirancanglah Kampung Kopi di atas lahan seluas 50 hektare. Dan di sinilah di lereng lompobattang, lokasi perhelatan Kemah Kopi dan Peringatan Hari Kopi Internasional. Cukup ramai, Ada atraksi gandrang bulo. Ada demo pengolahan kopi dan Pameran Kopi Rumbia, dan juga hadir dara dan daeng “duta-duta” Kopi Sulawesi Selatan. Ibu Delima, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Kopi Spesial Indonesia, sangat antusias dan disaat sambutan berjanji akan membawa Kopi Rumbia ke Boston, Amerika Serikat, untuk mengikuti Festival Kopi Internasional pada April 2019.

Kampung Kopi, dengan Kopi Rumbia sebagai komoditi unggulan, merupakan oase bagi masyarakat Jeneponto. Sekda Jeneponto, M. Syafruddin Nurdin yang didaulat mewakili Bupati, juga teramat bahagia dan menjelaskan bahwa kabupaten yang terletak di kaki “huruf K” atau tumit Pulau Sulawesi ini terbagi atas tiga kluster wilayah, yakini pesisir, dataran rendah, dan pegunungan. Di pesisir, laut terbentang dengan panjang garis pantai mencapai 114  kilometer—jelas-jelas menyuguhkan potensi produksi perikanan, kelautan, budi daya rumput laut, dan industri garam.  Pada wilayah dataran rendah terbentang areal persawahan yang luas, pertanian, peternakan, industri rumah tangga, perdagangan, dan energi. Adapun di wilayah pegunungan, Jeneponto memiliki potensi perkebunan, kopi, coklat, hortikultura, sayuran, dan tanaman pangan lainnya.

Bukan hanya itu. Jeneponto juga kaya akan objek wisata. Misalnya untuk wisata alam, ada Air Terjun Bossolo, dan untuk wisata kuliner khas ada “coto kuda” dan “sup konro kuda”. Kehadiran PLTU Punagayya dan PLTB Tolo 1 oleh Vena Energy berpotensi mengangkat Jeneponto sebagai penyuplai sumber daya listrik terbesar di Sulawesi Selatan. Jikalau proses pembangunan kilang minyak dan gas bumi Blok Karaengta di pesisir pantai Pabiringa sudah dimulai, maka potensi Jeneponto semakin moncer. “Kita buka ruang investasi yang seluas-luasnya bagi semua pihak untuk kembangkan kekayaan potensi itu”, tambah Syafruddin Nurdin.

 

Meski begitu, Kopi Rumbia memberi harapan tersendiri. Kampung Kopi dapat dijadikan sebagai kawasan agrowisata. Pengunjung dapat melepas penat sekaligus menikmati suasana perkebunan kopi. Hawa dingin, pemandangan alam, dan aroma kopi yang khas adalah romansa tiada terkira. Semoga saja sejarah panjang yang sudah dilewati oleh Kopi Rumbia mengembuskan angin segar bagi masyarakat, terutama bagi para petani kopi.

Maka, layaklah apabila Kopi Rumbia didapuk sebagai harapan baru masyarakat Jeneponto, “new force in Jeneponto”. [*]

 

#Maeki_ngiru_kopiRumbia (Mari minum kopi rumbia)

(Rumbia yang dingin, 16/10/18).

@AgusalimDasrum

CP; [email protected]